bagaimana pengaruh merkantilisme terhadap penjajahan belanda di indonesia?
Sejarah
rita200
Pertanyaan
bagaimana pengaruh merkantilisme terhadap penjajahan belanda di indonesia?
1 Jawaban
-
1. Jawaban aldi1239
?A. Sistem Pemerintahan
Sebelum tahun 1900 (sebelum sistem politik Etis) sistem pemerintahan untuk daerah jajahan (Hindia Belanda) masih bersifat sentralistis. Dimana:
Tidak ada partisipasi dari perangkat lokal segala sesuatu diatur oleh pemerintah pusat.
Tidak ada sama sekali otonomi untuk mengatur sendiri rumah tangga daerah sesuai dengan kepentingan daerah.
Mengapa menerapkan sentralisasi?
Sentralisasi dipandang sebagai cara terbaik oleh pemerintah Belanda untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Oleh karena itu, dengan sentralisasi Belanda dapat mempertahankan tanah jajahannya.
Sentralisasi sebagai bentuk ketakutan Belanda untuk kehilangan tanah jajahannya sebagai “daerah keuntungan”.
Bagi Belanda “kehilangan Indonesia berarti sebuah malapetaka”.
Implikasi :
Dalam sebuah sistem presidensial yang dijalankan Indonesia semenjak dekrit presiden tanggal 5 juli 1959 hingga sekarang, kita sempak merasakan adanya sistem pemerintahan yang terlalu sentralistik. Lihat saja ketika masa orde lama Soekarno, dimana sistem pemerintahan yang sentralistik terlalu terasa, waktu itu kewenangan pusat begitu dominan, bagaimana peran presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan serta lembaga pusat lainnya sangat superior. Hal ini disebabkan waktu itu indonesia belum mampu mandiri dan tiap daerah di Indonesia belum sanggup mengurusi daerahnya masing-masing.
Begitu juga ketika rezim orde baru Soeharto. Bagaimana sedikitnya ruang publik dan bermandiri bagi masyarakatnya terutama daerah-daerah di luar jawa. Dalam masa ini sistem pemerintahan Indonesia sangat sentralistik. Kita sempat menganal adanya jawa sentris, nasionalisasi beras dan lain sebagainya. Begitu juga dengan kuatnya pengaruh pusat terhadap daerah terhadap sumber daya ekonomi dan suber daya alam yang ada di daerah. Daerah tidak dapat mandiri dalam menjalankan pemrintahannya karena wewenang pusat lebih besar.
Pada perkembangannya muncul tuntutan adanya desentralisasi sejak tahun 1854 dimana parlemen Belanda berhak mengawasi pelaksanaan pemerintahan di Hindia Belanda. Tuntutan tersebut secara perlahan terwujud diawali dengan adanya desentralisasi keuangan (1903), kemudian baru adanya pemerintahan daerah baru (1922). Berdasarkan Undang-undang Perubahan tahun 1922 Hindia Belanda dibagi dalam provinsi dan wilayah (gewest)
Provinsi
Provinsi memiliki otonomi. Tiap provinsi dikepalai oleh seorang gubernur. Ada 3 provinsi yaitu Jawa Barat (1926), Jawa Timur (1929), dan Jawa Tengah (1930).
Gewest (wilayah)
Gewest tidak memiliki otonomi. Sampai tahun 1938 Hindia Belanda terbagi menjadi 8 (delapan) gewest yang terdiri dari 3 (tiga) Provinsi; Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Dan 5 (Lima) Gewesten; Kesultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Gewest Sumatera, Gewest Kalimantan (Borneo), Gewest Timur Besar (Grote Oost) yang terdiri dari Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil, Maluku, dan Irian Barat. Untuk Surakarta dan Yogyakarta termasuk Gubernemen yaitu wilayah yang langsung diperintah oleh pejabat-pejabat gubernemen.
Desentralisasi adalah pembagian wewenang atau urusan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan adanya keinginan desentralisasi maka Belanda membutuhkan orang-orang pribumi bukan hanya sebagai penguasaan daerah tetapi juga untuk mengerjakan keperluan administrasi pemerintah. Belanda juga membutuhkan tenaga terlatih (tenaga kesehatan, kehutanan, kemiliteran, kepolisian). Orang-orang pribumi tersebut akan dijadikan pelaksana, pelayan pemerintah, serta perantara antara Belanda dan penguasa daerah. Tetapi untuk dapat bekerja di pemerintah maka mereka harus sekolah.
Keinginan desentralisasi menyebabkan adanya desentralisasi antara negara induk (Belanda) dengan Hindia Belanda, antara pemerintah Batavia dengan daerah, dan antara Belanda dengan pribumi.Dengan adanya keinginan desentralisasi tersebut maka memerlukan adanya daerah otonom.
Akibat adanya desentralisasi:
Munculnya kebebasan yang semakin besar dari penguasa kolonial.
Memunculkan proses Indonesianisasi (sistem kepeng