kenapa perang Diponegoro meskipun hanya 5 tahun bisa menguras kas Belanda
Pertanyaan
1 Jawaban
-
1. Jawaban claramatika
Mata pelajaran:IPS Sejarah
Kelas: XI
Kategori: Perang Diponegoro
Kata kunci: Perang Diponegoro mahal
Pembahasan:
Raden Mas Ontowiryo adalah nama kecil dari Pangeran Diponegoro. Dia merupakan keturunan dari Sultan Hamengkubuwono III. Nama asli Sultan Hamengkubuwono III adalah Pangeran Adipati Anom. Beliau lahir di Yogyakarta tanggal 17 November tahun 1785. Beliau saat masih kecil diasuh oleh Ratu Ageng Janda Hamengkubuwono I
Pangeran Diponegoro merupakan keturunan darah biru namun dia sangat dekat dengan rakyat. Saat menginjak usia remaja, Pangeran Diponegoro merasa sedih karena rakyat menderita. Belanda mengambil tanah-tanah rakyat sebagai perkebunan mereka. Pangeran Diponegoro tidak suka dengan Belanda.
Mulai awal abad ke 18, Belanda telah memperluas daerah kekuasaannya hingga menguasai kekuasaan wilayah Kerajaan Mataram. Pengaruh Belanda menyebar di kalangan istana. Belanda menggunakan taktik devide et impera yaitu taktik mengadu domba sesama masyarakat Indonesia. Belanda merendahkan harkat dan martabat raja-raja Jawa.
Mulai dewasa, Pangeran Diponegoro menjadi seorang pemimpin Negara dan sekaligus sebagai pemuka agama Islam. Pada masa Sultan Hamengkubuwono V berkuasa, Pangeran Diponegoro tidak senang dengan keadaan istana, dia lebih baik meninggalkan istana . Kemudian dia menetap di desa Tegalrejo.
. Sebab-sebab umum Perang Diponegoro:
1. Rakyat menderita akibat pemerasan Belanda dengan menarik pajak. Bagi rakyat, pajak yang pungut sangatlah tinggi. Belanda juga mengadakan kerja paksa.
2. Kaum bangsawan merasa dikurangi haknya, misalnya, tidak boleh menyewakan tanahnya.
3. Adanya campur tangan Belanda di istana, misalnya dalam pengangkatan sultan, mengubah tata cara istana, sajian sirih dihapus, dan orang Belanda duduk sejajar dengan sultan.
4. Belanda mempersempit kekuasaan raja-raja jawa.
Sebab-sebab khusus Perang Diponegoro:
Pembuatan jalan melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro tanpa seizin di Tegalrejo dianggap merupakan penghinaan sehingga Pangeran Diponegoro mengangkat senjata pada tanggal 20 Juli 1825. Perbuatan Belanda ini sangat menyinggung perasaan Pangeran Diponegoro.Jalannya perang Perang Diponegoro:
Pembantu-pembantu Pangeran Diponegoro adalah Kiai Mojo, Sentot Ali Basa Prawirodirjo, dan Pangeran Mangkubumi. Pusat pergerakan ialah di Selarong. Sistem yang dipergunakannya adalah perang gerilya dan perang sabil.. Pangeran Diponegoro mendapat bantuan sepenuhnya dari Kiai Maja (Penasehat bidang keagamaan), Pangeran Mangkubumi (kalangan istana), dan Sentot Ali Basyah Prawiradja (Panglima Perang). Demikian pula para ulama dan para bangsawan turut berjuang bersama-sama dengan Pangeran Diponegoro.
Pada tahun 1827, di bawah pimpinan Jenderal Van De Kock, Belanda menjalankan siasat perang benteng stelsel. Benteng stelsel adalah strategi yang diterapkan Belanda ketika menghadapi pemberontakan Diponegoro, dimana untuk setiap daerah yang baru ditaklukan langsung didirikan sebuah benteng. Benteng tersebut berfungsi sebagai pertahanan dan awal penyerangan ke daerah berikutnya.
Pangeran Diponegoro juga dianggap penyelamat negara dan seorang pemimpinyang besar sehingga mendapat julukan "Sultan Abdul Hamid Erucokro Amirulmukmin Syayidin Panotogomo Kalifatulah Tanah Jawa
Penggunaan strategi Benteng Stelsel pada satu sisi berhasil mempercepat peperangan yang banyak menghabiskan biaya, dengan menjepit kedudukan musuh sekaligus dapat mengendalikan wilayah yang dikuasai, namun sisi lain taktik ini memberi dampak pada pengerahan tenaga kerja paksa yang yang banyak terutama untuk membangun infrastruktur dalam mendukung strategi tersebut. Pada awalnya taktik perang ini kurang disukai oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda de Gisignies yang dianggapnya juga memerlukan biaya yang besar namun tekanan untuk dapat mempercepat penyeleseian perang di Hindia Belanda, ini tetap dipertahankan.
Berdasarkan dokumen Belanda yang dikutip oleh ahli sejarah, perang ini menewaskan sekitar 200.000 orang warga Pribumi. Sementara korban tewas di pihak Belanda berjumlah 8.000. Perang Diponegoro merupakan salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami oleh oleh Belanda selama masa penduduknya di Nusantara.
Belanda sampai mengeluarkan sayembara: Apabila ada warag Indonesia yang berhasil menyerahkan Pangeran Diponegoro maka dia akan mendapatkan uang 20.000 ringgit. Namun, tidak ada waraga Indonesia yang bersedia menyerahkan Pangeran Diponegoro.